Rabu, 15 Maret 2017

REVIEW JURNAL PENERAPAN E-BISNIS SEBAGAI PEMBENTUK KEUNGGULAN BERSAING (COMPETITIVE ADVANTAGE) PADA PERUSAHAAN

PENERAPAN E-BISNIS SEBAGAI PEMBENTUK KEUNGGULAN BERSAING (COMPETITIVE ADVANTAGE) PADA PERUSAHAAN

Latar Belakang Masalah
Banyak perusahaan telah memanfaatkan TIK dengan beragam cara. Internet dan e-Bisnis banyak dimanfaatkan organisasi untuk mendukung proses bisnis dalam upayanya menjadikan perusahaan lebih efisien. Melalui Internet dan e-Bisnis dunia seolah tanpa batas, peluang mendunia terbuka lebar tapi disisi lain kenyataannya adalah nyaris tiap organisasi berpikir hal yang sama dan perusahaan tetap perlu menghadapi rival yang juga memanfaatkan TIK.
Di sisi lain, untuk dapat bertahan dalam persaingan bisnis yang kian ketat, perusahaan perlu sesuatu yang dapat dimanfaatkan dan menjadi andalan perusahaan dalam bersaing. Sesuatu yang disebut keunggulan bersaing (competitive advantages).
Tren penerapan TIK yang meningkat membuat penerapan e-Bisnis kian krusial dalam membantu proses bisnis, berkolaborasi dan berinovasi. Melalui penerapan e-bisnis yang tepat sebuah perusahaan dapat menciptakan produk dan/atau layanan yang berbeda dengan pesaing, melayani pelanggan dengan lebih baik, mempersingkat waktu keluarnya produk baru, dll. Lebih jauh, pada beberapa perusahaan, ternyata penerapan e-bisnis dapat dijadikan Keunggulan Bersaing perusahaan.

Keunggulan kompetitif adalah “sesuatu hal yang lebih baik yang dilakukan organisasi dibandingkan pesaingnya”. Ketika sebuah organisasi melakukan sesuatu yang tidak dapat dilakukan pesaing, atau memiliki sesuatu yang diinginkan pesaing, hal itu dapat disebut keunggulan kompetitif.

Karakteristik E-Bisnis
1.      Business to Business (B2B), yang hingga saat ini paling dominan dalam praktek e-bisnis;
2.      Business to Consumer (B2C), yaitu transaksi nilai dengan pembeli individual;
3.      Consumer to Business (C2B), dimana konsumen menjual produk langsung kepada konsumen lainnya;
4.      Consumer to Business (C2B), meliputi model individu yang menjual produk dan jasa kepada organisasi, serta individu yang mencari penjual, berinteraksi dengan penjual tersebut dan melakukan transaksi;
5.      Non business electronic commerce, terdiri dari institusi non bisnis seperti lembaga pendidikan, organisasi nirlaba, organisasi keagamaan, organisasi sosial, dan instansi pemerintah;
6.      Intrabusiness (organizational) electronic commerce, meliputi semua aktivitas internal organisasi yang biasanya dilakukan melalui Internet dan meliputi pertukaran barang, jasa atau informasi.



Manfaat e-bisnis bagi konsumen
1.      informasi yang dapat lebih cepat diterima;
2.      konsumen dapat memperoleh barang dan jasa dengan biaya yang lebih murah karena mereka dapat berbelanja ataupun melakukan transasi kapan saja dan dimana saja, serta dapat
3.      melakukan perandingan barang dan jasa dengan lebih cepat;
4.      memungkinkan interaksi antar pelanggan dan antar perusahaan-pelanggan dengan lebih cepat.

Penerapan E-Bisnis
E-bisnis memungkinkan terciptanya model bisnis yang baru dan cara baru dalam proses bisnis. King & Clift (dari Philips 2003) mengatakan bahwa ada empat tahap para perusahaan bermigrasi ke e-Bisnis yaitu:
1.      situs, organisasi eksis di dunia maya melalui situs yang sedapat mungkin terintegrasi proses jual-beli dengan back office, sistem pelanggan dan pemasaran;
2.      menghubungkan situs ke rantai pasokan;
3.      membentuk aliansi, aliansi akan dibuat untuk menjalankan model bisnis baru. Contohnya adalah electronic share dealing via internet;
4.      mempererat industri, e-bisnis memungkinkan industri mengkombinasikan keahlian dan menghasilkan paket-pket solusi.
Penerapan e-bisnis perlu disertai dengan perubahan perspektif internal organisasi dan adaptasi
budaya organisasi. Pola penyebaran knowledge pun perlu diperbaiki karena salah satu elemen vital dalam kesuksesan penerapan e-bisnis adalah knowledge management. Perusahaan pun perlu menetapkan model bisnis yang cocok dengan e-bisnis yang diterapkan.
Dukungan internal dalam bentuk struktur organisasi, budaya organisasi dan kapabilitas SDM
sangat diperlukan demi kesuksesan penerapan e-bisnis. Ada lima teori utama untuk desain organisasi yaitu coherence design, five-track approach, process approach, self design, dan sociotechnical system yang dapat membantu organisasi melakukan reka ulang struktur oraganisasi agar lebih cocok dalam menerapkan e-bisnis. Menurut Neilson, Pasternack & Viscio (dari Philips 2003), organisasi e-bisnis bukan lagi satu entitas tunggal, namun telah menjadi perpanjangan jaringan kerja yang tersebar ke seluruh dunia, unit bisnis yang fokus pada pasar, dan berbagi layanan pendukung. Evolusi pada e-organization terjadi pada tujuh dimensi utama yaitu:
(1) struktur organisasi;
(2) kepemimpinan;
(3) karyawan dan budaya organisasi;
(4) keterikatan (coherence);
(5) pengetahuan (knowledge);
(6) aliansi;
(7) pengaturan (governance).
Penerapan e-bisnis bukan tidak beresiko. Untuk itulah perlu ada pengukuran kinerja, pengukuran resiko dan pelatihan per periode. Pada era ekonomi baru, segalanya dilakukan secara digital, pengukuran kinerja meliputi keduanya, TI dan proses bisnis.

Kesimpulan
1.      pada beberapa perusahaan, penerapan e-bisnis dapat menjadi keunggulan bersaing perusahaan;
2.      agar mendapatkan keunggulan bersaing, perusahaan perlu menentukan model bisnis yang cocok bagi perusahaan;

3.      penerapan e-bisnis agar sesuai porsi yang dibutuhkan sehingga dapat dimaksimalkan.